Kita hidup di dunia ini sebenarnya mengalami hidup yang berkali-kali, ini merupakan mekanisme kerja alam dan ini merupakan sifat alam. Sifat alam itu itu fana. Tidak kekal. Selalu berubah-ubah. Sebentar ada, dan sebentar lagi tiada.
Pada saat yang membaca tulisan ini, ada sel-sel tubuh yang baru pada diri kita. Pada saat yang sama pula ada sel-sel tubuh kita yang mengalami kematian. Wajah kita setiap saat berubah, tetapi kalau kita melihat setiap hari, seolah-olah wajah kita tidak berubah. Kita baru sadar setelah melihat difoto, jarak sekian tahun wajah kita menampakkan wajah yang berbeda.
Seumur hidup kita telah mengalami tidur dan bangun ribuan kali. Kita tidur untuk beristirahat agar fisik ini tetap sehat, tetap segar. Lamanya tidur tidak bisa dikurangi, tetapi tidak bisa digantikan dengan cara apa pun. Pernakah kita berpikir sejenak untuk apa umur kita ini ?
Dalam kitab suci Al-Qur’an Surat Al-Dzariyat (51) : 56 dinyatakan, bahwa Alloh menciptakan jin dan manusia itu untuk menyembah-Nya.
Dalam ayat tersebut diatas dinyatakan bahwa penciptaan jin dan manusia itu sebenarnya untuk “beribadah” kepada-Nya. Maka kata ibadah itu tidak sesempit makna yang dikandung dalam kata menyembah. Ibadah bisa bermakna "orientasi", tujuan, arah. Beribadah kepada Tuhan berati menjadikan Tuhan sebagai arah tujun hidup kita. Karena tujuannya kembali kepada Tuhan maka harus mencari arah hidup yang bisa sampai ke sana. Jadi, bukan materi atau ilusi yang menjadi arah hidup, melainkan hanya Tuhan.
Semua bentuk kesholehan dan keadilan di dunia ini adalah wujud dari budi pekerti Tuhan. Kasih sayang yang kita rasakan, sebenarnya merupakan kasih sayang Tuhan. Keselamatan yang ada, sebenarnya keselamatan yang berasal dari Tuhan.
Dengan menggunakan patokan ayat yang sama, tetapi pemahaman terhadap ayat tersebut berbeda; maka, pengaruhnya terhadap kehidupan juga berbeda.
Yang memahami ibadah dengan "menyembah" maka dia akan melakukan aktivitas pasif. Seolah-olah bisa mengantarkan hidupnya kepada-Nya. Lain halnya, jika ibadah dipahami sebagai orientasi hidupnya. Upaya untuk kembali kepada-Nya diwujudkan dengan berbuat kebajikan, menciptakan perdamaian, menegakkan keadilan, menciptakan keharmonisan hidup, dan aktivitas positif lainnya sehingga manfaatnya bisa dirasakan oleh dirinya mau pun lingkungannya.
Bisakah diri kita meningkatkan kualitas diri agar bisa kembali dengan tulus ikhlas kepada Tuhan ? Tentu saja jawabannya : bisa. Untuk itu diri kita harus berlatih dan harus berjuang sehingga pada akhirnya dapat menemukan jalan kepada Tuhan. Tidak cukup hanya sekali jalan, perlu latihan berkali-kali, dan perlu menempuh jalan yang tidak cukup bida dipenuhi hanya sekali dalam hidup.
Tuhan itu Mahasuci maka manusia harus berusaha menyucikan dirinya. Tuhan itu Maha Tinggi maka manusia harus memiliki martabat spiritual yang tinggi. Dengan cara inilah manusia mendekatkan dirinya kepada Tuhan. Dengan pendakian spiritual manusia bisa mencapai-Nya.
Dengan menyamakan kehendaknya dengan kehendak Tuhannya maka manusia berusaha menyatukan dirinya dengan Tuhannya.
Diri yang penuh kotoran, tidak akan bisa mendekati Tuhan. Gejolak emosi yang tinggi malah menjauhkan diri kita dengan Tuhan. Kedzaliman malah membuahkan kemudaratan, bukan kedamaian.
Tidak ada kezaliman sekecil apa pun yang ditimpakan terhadap hamba-hamba-Nya. Semua kerajaan ada di Tangan-Nya, semua kekuasaan ada di genggaman-Nya.
Agar manusia bisa menimba pengalaman dalam hidupnya dan mencari bekal untuk perjalanannya menjumpai Tuhannya. Dengan cara itu Tuhan memberikan “nilai”, imbalan, anugerah, kepada orang-orang yang lebih baik amalannya, pencapaiannya, prestasinya.
Tuhan tidak terlalu mempermasalahkan dengan kekurangan manusia, bila pencapaiannya besar. Dengan kata lain, keberhasilan yang diraih manusia tidak akan dikurangi dengan kesalahan kecil yang dibuatnya. Itulah Tuhan Yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang.
Dengan mengatasi permasalahan yang kecil; maka,
kita dapat mengatasi permasalahan yang besar.
Salam,
6 komentar
Salam Takzim
Materi Pekerti bagi pak Budi haruslah diambil karena tanpa materi ini tak mungkin pak Budi meraih sertifikasi dosen, begitu dasyatnya materi pekerti sampai sampai semua dosen wajib mengikutinya
Terima kasih pak semoga saya mampu mengikutinya
Salam Takzim Batavusqu
Itu sangat sulit dilakukan, karena tujuan dan arah yang baik biasanya terkontaminasi oleh nafsu yang ada dalam diri manusia itu sendiri. Meski demikian kalau ada usaha pasti bisa juga dilakukan dengan prosesnya masing-masing
Selamat sore,salam kenal ya pak dari saya http://blog.umy.ac.id/lintasberita/
izin baca2 ya !
ajaran budi pekerti yang luhur
salam sukses..
sedj
terimakasih sudah meninggalkan jejak di laman saya. bila berkenan silakan singgah lagi :)
Batavusqu >>> benar mas, karena budi sudah merupakan suatu barang langka yang ditengah-tengah kehidupan kita.
Djangan Pakies >>> mari kita sama-sama memulai dari diri sendiri yang akan menghasilkan minimal dalam keluarga dan lingkungan sekitar kita.
HALAMAN PUTIH >>> setuju sob, mari kita memulainya.
lintas berita >>> salam kenal kembali, terimakasih atas kunjungannya.
sedjatee >>> sukses juga untuk sahabatku.
Ra-kun >>> terimakasih atas kunjungannya.
untuk para sahabat-sahabatku, walau pun telat dalam memberikan balasan komentar dikarenakan suatu faktor kesibukan mohon kiranya dapat dibukakan pintu maaf yang seluas-luasnya dan terimakasih atas kunjungan dan komentarnya.
Salam
"Ejawantah's Blog"
Terimakasih Atas Kunjungannya. Sebuah Komentar Merupakan Cermin Kepribadian Diri Kita. Komentar yang berbau iklan atau dengan memasang link iklan akan dihapus tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
Sukses Selalu Untuk Kita Semua.