Grafiti berasal dari bahasa latin, grafffito yang memiliki arti sebuah coretan atau pun gambar yang terdapat pada tembok, pohon, batu, atau objek lainnya. Sedangkan mural sendiri yang memiliki arti sebuah lukisan yang terdapat di tembok atau dinding. Grafiti dan mural sangat bervariasi, baik segi tipologi tulisannya maupun tipologi gambarnya. Variasi ini dipengaruhi oleh waktu dan tempat di mana mural dan grafiti itu terdapat.
Grafiti dan mural dapat juga diasumsikan salah satu ekspresi populer yang mengandung berbagai pesan motif, nilai-nilai, aspirasi, dan imajinasi. Namun, tidak semua gambar atau pun tulisan (coretan) di tembok dapat di klasifikasikan sebagai grafiti dan mural yang mengandung ekspresi seni dan politis. Karena berdasarkan kemungkinannya, grafiti dan mural dapat saja menjadi ekspresi spontanitas yang sporadis dari rasa kecewa, cemburu, frustasi, solidaritas, loyalitas, dan iseng yang kemudian berkesan vandalisme.
Kebiasaan grafiti dan mural konteksnya sudah disesuaikan dengan kondisi jaman yang ada. Dari informasi beberapa sumber pustaka yang penulis dapatkan, pada tahun 1960-an ada sekelompok seniman Amerika memproklamirkan mural dan grafiti sebagai seni ekspresionisme baru. Mereka menganggap bahwa apapun dapat dijadikan wadah, penganti kanvas, termasuk tembok dan tiang.
Sedangkan dari sumber informasi lain yang penulis dapatkan, bahwa pada tahun 1970-an di pusat Ibu Kota Jakarta pelaku mural dan grafiti mulai timbul, mereka merupakan kelompok-kelompok pemuda yang berasal dari lingkungan perumahan militer atau kompleks perumahan sipil. Dimana pada era tahun 1970-an dapat kita temui grafiti yang menunjukan wilayah geng mereka
Bila kita melihat lebih jauh berdasarkan kemungkinannya, grafiti dan mural mampu menjadi aktualisasi legal yang berbentuk seni jalanan yang cendrung berkesan dekoratif dan ornamental. Dan hal ini menjadi kebiasaan yang tidak dapat dicegah (dihindari), persis seperti kebiasan anak kecil yang sedang belajar menulis dan menggambar. Namun, masih banyak sekarang ini dari kita yang beranggapan grafiti dan mural dianggap sebagai pencemaran yang mengotori keindahan kota.
Namun, dalam hal ini penulis berpendapat. Bila grafiti dan mural dapat disesuaikan dengan konteks dan kondisi dalam sistem budaya yang melatar belakangi konteks motivasi pembuatannya, maka grafiti dan mural dapat menjadi data sejarah sosial, dan budaya untuk melihat perkembangan kelompok masyarakat yang membuatnya sekaligus untuk melihat perkembangan suatu kota.
Jika pemerintah daerah peduli terhadap masalah remaja, maka paling tidak grafiti dan mural dapat menjadi bentuk terapi untuk menyerap dan mengendurkan kegusaran remaja kota Jakarta, sekaligus dapat menjadi katup penyaluran gejolak emosi kreatifitas keremajaan mereka.
Selama wadah dan sarana lain belum disediakan bagi komunitas tersebut, maka tradisi itu akan selalu berlanjut. Dan dampak buruknya adalah kota akan semakin kotor dan rusak. Sedangkan kesemua itu merupakan bagian dari sisi kehidupan kota Jakarta sebagai Ibu Kota negara Indonesia yang terkenal dengan negara yang indah dan masyarakatnya selalu memiliki budipekerti luhur.,
Membatasi Kreatifitas Remaja
Berarti
Kita Menghambat Pembangunan Bangsa
Salam,
13 komentar
kalau menurut saya sih bagus asal jangan di tempat2 umum yang memang dilarang buat kotor-kotoran hehe misalnya tembok masjid :D
maaf nich gan saya gak ngerti nich grafitti sama mural nya,, payahh yua///
ya setuju...
grafiti juga dapat menjadi wadah apresiasi bagi remaja maupun masyarakat lainnya
Harusnya pemerintah segera membuat tempat khusus bagi para seniman grafitti dan mural, sehingga kota akan terjaga keindahannya dan para seniman tersebut tetap bisa membuat karyanya...
setuju dengan usul kang dadan mungkin sebaiknya dibuat taman-taman khusus dengan tembok atau dinding yang bia ditempati untuk membuat grfitti seperti itu atau sesekali diadakan perlombaan grafitti terbaik, salam
Mau tanya bos, cara pemerintah memfasilitasi para seniman graffiti ini gimana ya? perlu disediakan banyak tembok gituh?
Jadi graffiti samamural itu sama gak sih?
Kalomenurut saya seni graffiti lebih mengarah ke vandalisme ketimbang seninya, sebab belum pernah saya lihat gambar-gambar graffiti yang artistik bagaikan lukisan-lukisan kanvas tuh. Yang ada justru lebih banyak simbol-simbol yang memberi kesan sangar...
Saya lebih memilih dikanvas ketimbang di tembok, sebab kalo di kanvas hasilnya bisa dijual he..he..
Masih rancu antara graffiti seni dengan graffiti vandalism. Yang vandalism mengaku itu seni, yang merasa citarasa seni menolak vandalism sebagai seni graffiti. hmmm....
ooo...itu namanya grafiti, pernah beberapa kali melihatnya, kirain desain tulisan tulisan biasa. IYa boleh banget jika kreasi grafiti dan mural dijadikan sarana kreatifitas remaja, diberikan wadah dan kriteria-kriteria lokasi mana saja yg bisa di kasih grafiti sehingga semakin bisa mempercantik tata letak kota
Memang seharusnya kreatifitas mereka diakomodir. Tapi kebanyakan sehabis pengumunan kelulusan mereka paling suka corat-coret tak beraturan sob.
kreatif tapi harus pada tempatnya ya
Terimakasih Atas Kunjungannya. Sebuah Komentar Merupakan Cermin Kepribadian Diri Kita. Komentar yang berbau iklan atau dengan memasang link iklan akan dihapus tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
Sukses Selalu Untuk Kita Semua.